Oleh: Ustadz Abu Sa'id Neno Triyono ath-Thighali
Para ulama menyebut ahlu bid'ah dengan istilah "مُبْتَدِعٌ"
(Mubtadi'). Ini adalah musytaq (turunan) dari kata إِبْتَدَعَ
يَبْتَدِعُ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ. Yakni
mubtadi' adalah isim fa'il (kata yang menunjukkan pelaku perbuatan) dari kata ibtada'a yaitu orang yang melakukan
bid'ah dalam agama. Oleh sebab itu, pada asalnya mubtadi' adalah pelaku
kebid'ahan. Al-Imam bin Baz رَحِمَهُ اللهُ
dalam salah satu fatwanya berkata,
الأصل أن من فعل بدعة يقال له
مبتدع، هذا هو الأصل، من فعل بدعة يقال له مبتدع
"Asalnya barangsiapa yang mengerjakan bid'ah maka dikatakan kepadanya Mubtadi', ini adalah asalnya, barangsiapa yang melakukan bid'ah maka dikatakan kepadanya Mubtadi'." -selesai-.
Namun istilah mubtadi' sebagai sinonim dengan ahlu hawa, maka para ulama kita pada praktiknya tidak memutlakkan kepada pelaku bid'ah sebagai mubtadi' dalam artian pelakunya sebagai ahlu hawa yang syariat telah memperingatkan untuk menjauhinya. Al-'Allamah Muqbil bin Hadi رَحِمَهُ اللهُ mengatakan dalam salah satu fatwanya,
الذي
نقوله : بأن الرجل السني إذا وقت منه بدعة ؛ فنحكم على ذلك العمل بأنه بدعة ، وأما
الرجل فلا نستطيع أن نحكم عليه بأنه مبتدع .
بل
نقول : إنها تغمر في فضائله ، كما أن عبد الله بن عمر سمّى أذان الجمعة الأول :
بدعة . ولم يقل : إن عثمان رضي الله عنه مبتدع .
أما من كان غارقاً بين البدع ،
ويقيم المولد ، وكذلك الأذكار المبتدعة عقب الصلوات ، وهكذا يقف في وجه السنة ؛
فنحن نسميه مبتدعاً ولا كرامة
"Yang kami katakan bahwa seorang ahlu sunnah jika jatuh pada kebid'ahan, maka kami hukumi bahwa amal tersebut adalah bid'ah. Adapun orangnya maka kami tidak bisa serta merta menghukuminya sebagai mubtadi', namun kami katakan perbuatan bid'ahnya tenggelam oleh keutamaannya, sebagaimana Abdullah bin Umar menamakan azan Jum'at pertama sebagai bid'ah, namun beliau tidak mengatakan Ustman رَضِيَ اللهُ عَنْهُ sebagai mubtadi'.
Adapun orang yang tenggelam dalam bid'ah, merutinkan perayaaan maulid nabi, demikian juga zikir-zikir bid'ah setelah shalat, demikian juga yang berhenti di hadapan as-sunnah, maka kami menyebutnya sebagai mubtadi' dan tidak ada kemuliaan untuknya." -selesai-.
Al-Imam al-Albani رَحِمَهُ اللهُ juga secara jelas menyatakan hal tersebut,
ليس كل من وقع في البدعة يقال
له: مبتدع، فقد اتفق علماء السنة والجماعة على التفريق بين الحكم على الفعل والحكم
على المعين الفاعل، فإن الحكم على المعين لا يتم إلا بانتفاء الموانع وتحقق الشروط.
"Tidaklah setiap orang yang terjatuh kedalam bid'ah dikatakan kepadanya mubtadi'. Para ulama ahlus sunnah telah bersepakat untuk membedakan antara hukum perbuatan dan hukum vonis tertentu kepada pelakunya karena hukum atas vonis tertentu tidak sempurna diterapkan, kecuali jika hilang penghalang-penghalangnya dan telah terpenuhi persyaratannya." -selesai-.
Di antara yang dimaksud dengan terpenuhi syaratnya adalah bahwa bid'ahnya itu telah masyhur khilafnya antara ahli sunnah dengan ahli bid'ah dan tidak dibedakan antara apa yang diistilahkan dengan bid'ah amaliyyah atau bid'ah i'tiqadiyyah atau juz'i (parsial) maupun kulli (total). Al-Imam bin baz رَحِمَهُ اللهُ mengatakan,
فالذي يصر على الاحتفال بالمولد
أو بالموالد الأخرى يسمى مبتدع حتى يتوب
"Yang rutin mengadakan maulid Nabi atau maulid lainnya, maka dinamakan Mubtadi' (ahli bid'ah) sampai bertaubat."
DR. Abdul Aziz ar-Rayis hafizhahullah mengatakan,
المبتدع يبدَّع فيما وقع فيه من
البدع مما يستحق به التبديع، كأن يخالف في أمر كلي أو جزئي اشتهر الخلاف فيه بين
أهل السنة وأهل البدعة، فإذا كان كذلك، فإنه يبدَّع
"Mubtadi' dibid'ahkan terkait apa yang mereka jatuh dalam bid'ah yang berhak di-ahli bid'ahk-an, seperti ia menyelisihi perkara kulliy atau juz'iy yang masyhur penyelisihan diantara ahlus sunnah dengan ahlul bid'ah, maka jika demikian kondisinya, ia dibid'ahkan...".
Kemudian diantara penghalangnya adalah kebodohan dan takwil, DR. Abdul Aziz ar-Rayis melanjutkan,
ولا يكون الجهل والتأويل مانعًا
"...dan bukan timbul dari kebodohannya atau salah dalam menakwil, maka ini menghalanginya."
Al-'Allâmah bin Baz رَحِمَهُ اللهُ juga mengatakan,
لكن إذا كان جاهلاً يعلم ومتى
تاب لا يسمى مبتدعاً
"Jika ia jahil, maka diajari dan kapanpun ia bertaubat, maka tidak dinamakan mubtadi'."
Umumnya orang awam melakukan bid'ah karena sekedar ikut-ikutan, sehingga tidak dimutlakkan istilah ahlul hawa kepada mereka. DR. Muhammad bin Sa'id Ruslân hafizhahullah dalam kitabnya Dhowâbith at-Tabdî' (hal. 195) mengatakan,
فلا يطلق على العوام لفظ أهل
الأهواء
"....maka tidak dimutlakkan atas orang awam, lafazh ahlul hawa..". -selesai-.
Dan tentu saja berbeda dengan tokohnya yang menjadi propagandis dalam menyebarkan kebid'ahan, al-'Allâmah al-Albani رَحِمَهُ اللهُ berkata,
وأمّا الداعي إلى البدعةِ،
والنافح عنها، المعروف بها؛ فهو مبتدع ولا كرامة
"Adapun dai yang menyeru kepada bid'ah yang mempropagandakannya dan ma'ruf dengannya, maka ia adalah mubtadi' dan tidak ada kemuliaan baginya." -selesai-.
والله
أعلمُ
[Disalin dari akun facebook beliau]
Komentar
Posting Komentar