Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi حَفِظَهُ اللهُ تعالى
Pendekatan fiqih terhadap masalah pemboikotan ekonomi ini dari dua sisi permasalahan:
1. Pemboikotan
Ekonomi Termasuk Bagian Dari Jihad
Siapapun yang mempelajari sirah Nabi, dia akan mendapati bahwa Nabi melakukan tekanan ekonomi kepada orang2 kafir sebagai bentuk jihad melawan mereka. Dan jihad tentu berkembang dan berubah2 modelnya sesuai perkembangan zaman.
Syeikh Abdur Rahman As Sa'di berkata, ”Kesimpulannya, memboikot orang-orang kafir dengan ekonomi, bisnis dan usaha merupakan pokok utama dalam jihad. Manfaatnya sangatlah besar. Ini termasuk jihad damai dan perang.” [Risalah Fadhlul Jihad Fi Sabilillah, Majmu Muallafat /106]
2. Maslahat
Mursalah
Yaitu kemaslahatan yang tidak dalil yang memerintahkannya secara khusus dalam al-Qur’an dan sunnah, namun sesuai dengan tujuan pokok syariat seperti peraturan rambu-rambu lalu lintas, pencatatan nikah di KUA dan lain sebagainya. Hal ini diperselisihkan ulama tentang hujjahnya, namun pendapat yang kuat adalah bisa dijadikan hujjah.
Fakta membuktikan pada zaman sekarang bahwa pembaikotan ekonomi sangat memiliki pengaruh besar dan efek jera luar biasa, lebih-lebih jika secara resmi keputusan pemerintah karena jumlah kaum muslimin sangat besar.
Dengan pendekatan fiqih tersebut, maka tidak ragu lagi bahwa hukumnya adalah boleh sebagaimana kaidah asal muamalah adalah boleh, sebagaimana hukum asalnya adalah boleh membeli maka begitu juga boleh tidak membeli (memboikot).
Bahkan pemboikotan bisa menjadi sunnah dan wajib sesuai keadaan.
Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada ulama yang melarang pemboikotan, yang ada adalah apakah pemboikotan berkaitan dengan keputusan pemerintah ataukah tidak.
Berikut beberapa ulama yang menganjurkan pembaikotan ekonomi:
Al-Imam al-Albani رَحِمَهُ اللهُ pernah ditanya seputar aksi pemboikotan Bulgaria pada zamannya, maka beliau berkata,
في سلسلة (الهدى والنور) : "لو كان
البلغاريون يذبحون هذه الذبائح التي نستوردها منهم ذبحا شرعيا حقيقة أنا أقول لا
يجوز لنا أن نستورده منهم بل (يجب) علينا أن نقاطعهم حتى يتراجعوا عن سفك دماء
إخواننا المسلمين هناك، فسبحان الله مات شعور الأخوة .
“Seandainya Bulgaria menyembelih hewan sembelihan yang kita impor itu dengan sembelihan yang syar'i, maka sungguh aku katakan tidak boleh kita mengimpor dari mereka, bahkan wajib bagi kita memboikot mereka sampai mereka berhenti menumpahkan darah saudara-saudara kita kaum muslimin di sana, .... subhaanallah telah mati rasa persaudaraan.” [Kaset Silsilah al-Huda wa an-Nur, asy-Syaikh al-Albani]
Al-Imam As-Sa'dy رَحِمَهُ اللهُ berkata,
من أنفع الجهاد وأعظمه مقاطعة
الأعداء في الصادرات والواردات
“Di antara jihad yang paling bermanfaat dan besar pengaruhnya ialah memboikot ekonomi musuh baik impor maupun ekspor.”
Syaikh Utsaimin رَحِمَهُ اللهُ berkata,
المسلمون لو قاطعوا كل امة من
النصارى تساعد الذين يحاربون إخواننا لكان له اثر كبير ولعرف النصارى وغير النصارى
ان للمسلمين قوة وأنهم يد واحدة
“Seandainya kaum muslimin mau memboikot setiap ummat (dari kalangan Nasrani) yang membantu orang-orang yang memerangi saudara-saudara kita, niscaya dampaknya sangat besar, niscaya orang-orang Nasrani dan selain Nasrani itu tahu bahwa kaum muslimin memiliki kekuatan, dan mereka bersatu padu.” [ رابط المادة: http://iswy.co/e49p ]
Ini hanya sebagian saja, masih banyak lagi ulama lainnya yang menganjurkan pemboikotan di antaranya adalah Syeikh Ahmad Syakir, Syeikh Muhibbuddin Al Khathib, Syeikh Abdullah Al-Jibrin, Syeikh Shalih Al Luhaidan, Syeikh Abdur Rahman Al Barrak, Syeikh Abdul Aziz Ar Rajihi, Syeikh Abdul Karim Al Hudhair, Syeikh Masyhur Hasan Salman, dan lain sebagainya.
Haruskah Nunggu Keputusan Pemerintah?
Setahu kami, para ulama sepakat bahwa hukum asalnya boleh dan disyariatkan pemboikotan ekonomi, hanya saja mereka berselisih apakah nunggu tergantung pada keputusan pemerintah ataukah tidak. Ada dua pendapat dalam masalah ini:
1. Pemboikotan secara mutlak, tidak bergantung pada keputusan pemerintah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, di antaranya adalah Syeikh Ahmad Syakir, Syeikh Abdur Rahman As Sa'di, Syeikh Muhibbuddin Al Khathib, Syeikh Al Albani, Syeikh Ibnu Utsaimin, Syeikh Abdullah Al-Jibrin, Syeikh Shalih Al Luhaidan, Syeikh Abdur Rahman Al Barrak, Syeikh Abdul Aziz Ar Rajihi, Syeikh Abdul Karim Al Hudhair, Syeikh Masyhur Hasan Salman,Syaikh Musthofa Al Adawi dan lain sebagainya.
2. Pemboikotan bergantung keputusan pemerintah. Ini dzohir fatwa Lajnah Daimah dan Syeikh Shalih Al Fauzan.
Lajnah Daimah pernah ditanya, “Sekarang ini begitu gencar seruan pemboikotan produk-produk Amerika seperti Pizza Hut, McDonald dll, apakah kita ikuti seruan ini? Dan apakah muamalah jual beli dengan orang kafir di darul harbi dibolehkan ataukah hanya dibolehkan dengan mu'ahid, dzimmiyyin, dan musta'minin di negeri kita saja?
Mereka menjawab, “Dibolehkan membeli produk-produk yang mubah dari mana saja asalnya, selama pemerintah tidak memerintahkan pemboikotan dari suatu produk untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin, karena hukum asal dalam jual beli adalah halal, berdasarkan firman Allah,
وَأَحَلَّ اللهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [QS. al-Baqarah(2): 275]
Nabi pernah membeli barang dari orang Yahudi. [Fatawa Lajnah Daimah No: 21176/Tanggal 25/12/1421 H]
Syaikh Shalih al-Fauzan حَفِظَهُ اللهُ juga ketika ditanya tentang masalah ini, beliau menjawab, “Hal ini tidak benar, para ulama tidak berfatwa pengharaman pembelian produk-produk Amerika. Produk-produk Amerika tetap datang dan dijual di pasaran kaum muslimin. Tidaklah memberikan madharat kepada Amerika jika engkau tidak membeli produk-produk mereka.
Tidak boleh diboikot produk-produk tertentu kecuali jika pemerintah mengeluarkan keputusan. Jika pemerintah mengeluarkan keputusan pembaikotan terhadap suatu negeri maka wajib diboikot. Adapun jika ada orang-orang berbuat ini dan itu dan berfatwa, maka ini berarti pengharaman apa yang dihalalkan oelh Allah.” [Dari kaset Fatawa Ulama dalam masalah Jihad dan aksi bom bunuh diri, tasjilat Minhaj Sunnaj Riyadh. Lihat pula Al-Fatawa Syar'iyyah fil Qodhoya Ashriyyah, kumpulan Muhammad Fahd al-Hushain hlm. 225-228]
Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena pada dasarnya muamalah ekonomi yang mubah baik melakukannya atau meninggalkannya tidak disyaratkan izin waliyyul amr, karena hukum asalnya syariat telah mengizinkan kita untuk bertransaksi atau menolak, semuanya adalah pilihan kita yang tidak ada dalil yg mengharuskan izin waliiyul amri. Sebagaimana kita membeli barang tidak diharuskan izin pemerintah maka begitu juga tidak membelinya (memboikotnya).
Hanya saja, memang keputusan pemerintah memiliki peranan yang penting dalam menunjang pemboikotan agar lebih terstruktur dan terorganisir dengan baik sehingga membuahkan dampak yang besar.
Oleh karenanya, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1.
Jika
pemboikotan diperintahkan oleh pemimpin atau dilarang oleh pemimpin.
Jika pemimpin memerintahkan pemboikotan terhadap produk tertentu atau melarangnya, maka wajib ditaati sesuai prinsip keharusan taat pemimpin yang telah diperintahkan Allah dan rasul-Nya.
Hanya saja keputusan pemerintah harus betul-betul dibangun di atas pertimbangan maslahat yang matang karena keputusan pemerintah sifatnya mengingkat demi kemaslahatan rakyat. Kita tidak bisa mengharuskan pemerintah untuk memboikot karena pemboikotan banyak konsekuensinya secara politik, ekonomi, dan lain sebagainya.
2.
Jika
pemerintah tidak memerintah dan tidak melarang, maka hukum asalnya adalah boleh
dan dianjurkan jika memang membawa kemaslahatan bagi Islam dan lemahnya
kekufuran.
Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan hukum pemboikotan ekonomi adalah sebagai berikut:
1.
Hukum
asalnya pemboikotan ekonomi adalah boleh dan disyariatkan jika mengandung
kemaslahatan.
2.
Pemboikotan
pribadi tidak harus menunggu keputusan pemerintah.
3.
Pemboikotan
yang sifatnya wajib dan mengikat, sehingga butuh keseragaman dan dihukum orang
yang menyelisihnya, maka ini harus menunggu keputusan pemerintah dan wajib
ditaati.
4.
Pemboikotan
bisa menjadi haram jika dilarang oleh pemerintah atau menimbulkan mafsadat
lebih besar.
Oleh karena itu, masalah ini butuh pertimbangan dan fatwa berjamaah untuk mempertimbangkan maslahat dan mafsadatnya. [Lihat Muqotho'ah Al Iqthishadiyyah Ta'shiluha Syar'i wa Waaqi'uha Al Mamul hlm. 99-111 karya Abid bin Abdillah As Sa'dun]
Dan dalam kasus sekarang ini, sudah ada seruan pemboikotan dari Markaz Imam Al Albani, Syeikh Abdurrahman Al Barrak dan lain sebagainya.
Maka kami berpendapat bolehnya bahkan dianjurkan melakukan pemboikotan terhadap produk Perancis sebisa mungkin walaupun belum ada keputusan resmi pemerintah. Alhamdulillah, masih banyak alternatif produk lainnya, lebih-lebih produk kaum muslimin dalam negeri untuk meningkatkan ekonomi kita sendiri. Cintailaih produk-produk dalam negeri.
Logika sederhana, jika ada tetangga antum punya toko lalu pemilik toko menghina kita dan orang tua kita, lalu kita gak sudi beli di tokonya tersebut, kita lebih memilih beli di toko lain. Apakah salah? Dan apakah nunggu keputusan pemerintah? Tentu tidak bukan. Apalagi jika yang dihina adalah Nabi.
Begitu kawan, cara mikirnya sederhana saja.
Penutup
Tulisan ini
adalah kajian ringkas yang kami rangkum dari 3 referensi penting dari para
pengkaji masalah ini secara khusus, yaitu:
1.
Al
Muqotho'ah Ruyah Syariyyah karya Dr. Hani Al Jubair.
2.
Al
Muqotho'ah Al Iqthishadiyyah Ta'shiluha Syar'i wa Waaqi'uha Al Mamul karya Abid
bin Abdillah As Sa'dun.
3.
Al
Muqotho'ah Al Iqtishadiyyah Haaiqotuha wa Hukmuha karya Khalid bin Abdillah Asy
Syamroni.
Harapan kami tulisan ini menambah wawasan ilmu kita dan mengajarkan kedewasaan kita jika ada perbedaan pendapat dalam hasil kajian ini, mari berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqih.
Semoga Allah تعالى memberikan taufiq kepada kita semua untuk menjadi pembela Nabi Muhammad ﷺ dan semoga Allah تعالى membinasakan para penghina Nabi Muhammad ﷺ. Dan semoga Allah تعالى mengumpulkan kita dengan Nabi Muhammad ﷺ di surga kelak.
آمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Referensi:
Disadur dari
akun FB beliau.
Komentar
Posting Komentar