Belum banyak
diketahui bahwa takbir ‘Iedul Adha ternyata bisa dimulai pada awal bulan
Dzulhijjah.
Syaikh bin
Baz رَحِمَهُ اللهُ berfatwa, “Takbir pada ‘Iedul Adha
merupakan ibadah yang disyariatkan sejak awal bulan sampai akhir hari ke-13
bulan Dzulhijjah. Berdasarkan firman Allah,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي
أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ
‘Dan supaya mereka menyebut nama Allah
pada hari-hari yang telah ditentukan.’
[QS. al-Hajj(22): 28]
yaitu 10 hari
pertama Dzulhijjah. Dan firman Allah تعالى,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي
أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ ۚ
‘Dan
hendaklah kalian berdzikir (menyebut Allah) pada hari-hari berbilang.’ [QS. al-Baqarah(2): 203]
Yaitu
hari-hari Tasyriq.
Dan hadits dari
Nubaisyah al-Hudzali رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا, Rasulullah ﷺ bersabda,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ
أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ
‘Hari-hari tasyriq adalah hari-hari
untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah.’ [HR. Muslim No.1141].”
Pendapat ini
sejalan dengan Ibnu Qudamah dan Syaikh al-Utsaimin رَحِمَهُ
اللهُ .
Takbir Muthlaq
Takbir muthlaq (takbiran tidak terikat waktu) adalah
takbir yang dibaca bebas kapanpun
baik sebelum maupun setelah shalat, siang, malam, pagi, sore, dan di manapun, entah di jalanan, pasar, rumah, dan
lainnya. Takbir ini dibaca sendiri-sendiri dengan mengeraskan
suara. Bisa sambil berdiri, duduk, atau berbaring, siang maupun malam selama
dalam batas rentang waktu yang telah ditetapkan syari'at.
Takbir muthlaq disunnahkan mulai dari tanggal 1
Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah (tasyrik) dengan batas akhir tanggal 13
tasyrik menjelang Maghrib.
Dalilnya
adalah atsar Ibnu Umar dan Abu Hurairah رضي الله عنهم,
كَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو
هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِيْ أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ،
وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا
“Adalah Ibnu
Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada sepuluh hari awal Dzulhijjah dengan
bertakbir, dan kaum muslimin ikut bertakbir bersama keduanya.” [Dikeluarkan oleh
Bukhari dalam Shahih-nya, secara ta’liq/tanpa penyebutan sanad dengan shigat
periwayatan yang tegas. Ibnu Hajar al-Asqalani tidak menemukan riwayat maushul
(sanad yang bersambung) dalam periwayatan atsar ini. Syaikh al-Albani
menyatakannya sahih dalam al-Irwa’ No. 651]
Dalil
berikutnya adalah atsar Umar bin al-Khaththab رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ,
كَانَ عُمَرُ رَضَيَ اللهُ
عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ،
فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ اْلأَسْوَاقِ، حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى
تَكْبِيرًا
“Umar bin
al-Khaththab رَضِيَ اللهُ عَنْهُ bertakbir di kubahnya di Mina (hari ‘Iedul Adha dan tasyriq)
hingga didengar oleh penghuni masjid, sehingga mereka dan kaum muslimin yang
ada di pasar-pasar pun ikut bertakbir hingga Mina bergelora dengan takbiran.”
Ibnu Hajar al-Asqalani
رَحِمَهُ اللهُ menyatakan,
“Atsar ini dikeluarkan oleh Said bin Manshur dengan sanad yang bersambung.”
Kemudian atsar
Ibnu Umar ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ,
كَانَ عُمَرُ رَضَيَ اللهُ
عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ،
فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ اْلأَسْوَاقِ، حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًىكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنًى تِلْكَ الْأَيَّامَ وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ،
وَعَلَى فِرَاشِهِ، وَفِي فُسْطَاطِهِ، وَمَجْلِسِهِ وَمَمْشَاهُ تِلْكَ
الْأَيَّامَ جَمِيعًا
“Adalah Ibnu
Umar bertakbir di Mina pada hari-hari itu (hari ‘Iedul Adha dan tasyriq),
bertakbir di belakang shalat-shalatnya, di atas kasurnya, di dalam kemahnya, di
majelisnya (tempat duduknya), dan di jalan yang dilaluinya, pada hari-hari itu
seluruhnya.”
Ibnu Hajar al-Asqalani
رَحِمَهُ اللهُ mengatakan,
“Atsar ini dikeluarkan dengan sanad yang bersambung oleh Ibnul Mundzir dan
al-Faqihi dalam kitab Akhbar Makkah.”
Takbir Muqayyat
Takbir muqayyad (takbiran terikat waktu) yaitu yang
dibaca setiap kali setelah selesai mengerjakan shalat fardhu lima waktu.
Takbir
muqayyad sunnahnya
dilakukan setelah shalat Shubuh dari tanggal 9 (hari
Arafah) hingga 13
Dzulhijjah
(tasyrik) setelah
shalat Ashar.
Ini adalah
pendapat dari Madzhab Hanbali (As-Syarhul
Kabir, II:252). Sebagian Ulama dari kalangan Madzhab Hanafi, semisal Abu
Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan (Al
‘Inaayah, II:80), Madzhab Syafi’i (Al-Haawi
al Kabiir, II:499), Syaikh bin Baz (Majmu Fatawa-nya XIII:19), dan Syaikh al-Utsaimin
(Majmu Fatawa-nya XVI:265).
Bahkan Ibnu
Taimiyyah رَحِمَهُ اللهُ dalam Majmu Fatawa-nya XXIV:222 menyebut
ini sebagai Ijma Kibarus Shahabat.
Sisi
pendalilan waktu takbir muqayyad sebagaimana pendapat para ulama adalah atsar para Shahabat:
1. Ali
bin Abi Thalib رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ :
أنهُ كان يُكبِّرُ
بعدَ صلاةِ الفجرِ يومَ عرفةَ إلى صلاةِ العصرِ من آخرِ أيامِ التشريقِ ويُكبِّرُ
بعدَ العصرِ
“Bahwasanya
ia bertakbiran setelah selesai dari shalat Shubuh pada hari Arafah hingga
shalat Ashar pada hari tasyrik terakhir, dan beliau bertakbiran setelah ashar
tadi.” [Diriwayatkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil (III:15) dan beliau menilai atsar ini shahih. Juga
dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arna’uth dalam takhrijnya atas Kitab Zaadul Ma’aad (II:360)]
2.
Umar
bin Khattab رَضِيَ اللهُ عَنْهُ dengan redaksi yang sama sebagaimana atsar
dari Ali. [Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dalam al-Ausath No.2200]
3.
Ibnu
Abbas ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ :
أنَّه كان يُكبِّرُ
من غَداةِ عَرفةَ إلى صَلاةِ العَصرِ من آخِرِ أيَّامِ التَّشريقِ لا يكبر في
المغرب
“Bahwasanya
dia bertakbiran dimulai dari shalat Shubuh hari Arafah hingga setelah shalat
Ashar pada hari tasyrik terakhir dan tidak bertakbiran lagi saat Maghrib.” [HR.
Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf No.5645.
Kata Syaikh al-Albani dalam Al Irwa’ (III:125),
“Shahih”]
Perihal hadits Rasulullah ﷺ yang
menerangkan bahwa beliau memulai takbir muqayyad selepas shalat Shubuh pada
tanggal 9 Dzulhijjah merupakan hadits dhaif (lemah). Hadits tersebut diriwayatkan oleh
ad-Daraquthni dan lainnya, dan dihukumi dha’if jiddan (sangat
lemah) oleh Syaikh al-Albani رَحِمَهُ اللهُ
.
Alasannya
adalah karena pada sanadnya terdapat rawi bernama Amr bin Syamr dari kalangan
orang-orang yang rusak (binasa). Haditsnya sangat lemah dan mungkar
(keliru/ganjil). Bahkan, ada yang menjarahnya sebagai penyeleweng dan pendusta.
Selain itu, pada sanadnya ada Jabir al-Ju’fi yang juga lemah. [Lihat al-Irwa’ No.653]
Lafadz Takbir
Adapun lafadz
takbir ada beberapa macam:
1.
Dari
Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللهُ عَنْهُ :
اللهُ أَكْبَرُ،
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ، وَاللهُ أَكْبَرُ،
اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ
Ini
juga yang teriwayatkan dari Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ .
2.
Dalam
salah satu riwayat dari Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ :
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلله ِالْحَمْدُ
3.
Dari
Ibnu ‘Abbas ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ :
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا
هَدَانَا
4.
Dari
Salman رَضِيَ اللهُ عَنْهُ :
اللهُ أَكْبَرُ،
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيراً
Perkara lafadz
ini cukup luas, sehingga hendaknya saling berlapang dada dalam menyikapi perbedaan.
وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Referensi:
1. Ustadz Berik Said pada laman https://dakwahmanhajsalaf.com/2019/08/takbir-muthlaq-dan-muqayyad_9.html
2.
https://salafy.or.id/takbir-muthlaq-dan-muqayyad-pada-bulan-dzulhijjah/
| Salafy.or.id
3.
Ustadz
Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini pada laman https://asysyariah.com/banyak-bertakbir-dari-awal-dzulhijjah/
Komentar
Posting Komentar