Kriteria Hewan Qurban (Udh-hiyah) Dianggap Sah

Syarat utama hewan qurban (udh-hiyah) adalah hewan ternak berupa onta, sapi, atau kambing. Dalilnya adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى,

 

لِّيَشۡهَدُواْ مَنَٰفِعَ لَهُمۡ وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٍ مَّعۡلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۖ

 

“Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” [QS. al-Hajj(22): 28]

 

Dan juga firman-Nya,

 

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلۡنَا مَنسَكًا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ

 

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah Allah rezekikan kepada mereka.” [QS. al-Hajj(22): 34]

 

Umur Udh-hiyah

 

Diriwayatkan dari Jabir  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, dia berkata, “Rasulullah bersabda,

 

لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

 

‘Janganlah kalian menyembelih (hewan kurban) kecuali musinnah; kecuali apabila kalian sulit mendapatkannya, silakan kalian menyembelih jadza’ah dari kambing domba’.” [HR. Muslim No. 1963]

 

Dalam hadits tersebut, Rasulullah memberikan ketentuan tentang umur udh-hiyah, yaitu musinnah, dengan perincian:

1.   Musinnah pada unta adalah yang genap berumur 5 tahun dan masuk pada tahun ke-6. Demikian yang dijelaskan oleh al-Ashmui, Abu Ziyad al-Kilabi, dan Abu Zaid al-Anshari.

2.   Musinnah pada sapi adalah yang genap berumur 2 tahun dan masuk pada tahun ke-3. Inilah pendapat yang masyhur sebagaimana penegasan Ibnu Abi Musa. Ada juga yang berpendapat genap berumur 3 tahun masuk tahun ke-4.

3.   Musinnah pada ma’iz (kambing jawa) adalah yang genap berumur setahun. Begitu pula musinnah pada dha’n (kambing domba). Demikian penjelasan Ibnu Utsaimin dalam Syarh Bulughul Maram (6/84). Lihat pula Syarhul Kabir (5/167-168) karya Ibnu Qudamah.

 

Jumhur ulama berpendapat bahwa umur udh-hiyah yang kurang dari persyaratan di atas, dianggap tidak sah dengan menukil dari hadits Jabir tersebut.

 

Adapun hadits Mujasyi رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, bahwa Rasulullah bersabda,

 

إِنَّ الْجَذَعَ يُوْفِي مِمَّا يُوْفِي مِنْهُ الثَّنِيَّةُ

 

“Sesungguhnya jadza’ah (hewan yang belum genap umur musinnah, -pen.) mencukupi apa yang dicukupi oleh tsaniyyah (hewan yang genap umur musinnah, -pen.).” [HR. Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140, dinilai sahih oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud]

 

Ibnu Qudamah رَحِمَهُ اللهُ  menjelaskan bahwa hadits ini berlaku untuk jadza’ah (kambing domba yang berumur 6 bulan).

 

Imam ash-Shan’ani رَحِمَهُ اللهُ berkata, “Kemungkinan, hal itu semua adalah ketika sulit mendapatkan musinnah.” [Subulus Salam (4/174)]

 

Kesimpulannya:

Yang afdhal pada dha’n adalah umur musinnah (1 tahun) dengan dasar hadits Jabir di atas, namun boleh berqurban dha'n yang berumur 6 bulan bila sulit menemukan yang berumur sesuai musinnah.

 

Ketentuan ini juga disadarkan pada hadits Kulaib bin Syihab ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ  yang mengisahkan, “Kami dahulu pernah bersama salah seorang sahabat Nabi yang bernama Mujasyi dari Bani Sulaim. Waktu itu, kambing sangat sulit dicari. Dia memerintah seseorang untuk berseru, Rasulullah pernah bersabda, ‘Sesungguhnya jadza’ah itu mencukupi apa yang dicukupi oleh musinnah.” [HR. Abu Dawud No.2799 dan Ibnu Majah No.3140]

 

Cacat yang Menyebabkan Tidak Sah

 

Al-Barra bin Azib ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ  menceritakan,

 

قَامَ فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ: - أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا:  اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا , وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا , وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا , وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي

 

“Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah kami dan berkata, ‘Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan qurban, buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, sakit dan tampak jelas sakitnya, pincang dan tampak jelas pincangnya, sangat kurus hingga tidak punya sumsum’.” [HR. Abu Dawud No.2802, Nasa’i No.4369, Ibnu Majah No.3144, dan lain-lain. Kata Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar, IV:168, “Shahih”; kata Syaikh Syu'aib al-Arna'uth dalam Takhrij Shahih Ibni Hibban No.592, “Shahih”; kata Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, IV:36, “Shahih”]

 

Ibnu Abdil Barr رَحِمَهُ اللهُ  menjelaskan,

 

أما العيوب الأربعة المذكورة في هذا الحديث فمجتمع عليها لا أعلم خلافاً بين العلماء فيها

 

“Adapun empat cacat tersebut dalam hadits ini, maka ulama telah bersepakat tentangnya dan aku tidak mengetahui seorang ulama pun yang berselisih pendapat dalam masalah ini.” [At Tamhid, XX:168]

 

Cacat yang Diperbolehkan

 

Di antara cacat tersebut ada yang tidak berpengaruh sama sekali karena sangat sedikit atau ringan sehingga dimaafkan. Ada pula cacat yang mengurangi keafdhalannya, tetapi hewan tersebut masih sah untuk dijadikan hewan kurban.

 

Di antara cacat jenis ini adalah:

 

1.      الْـحَتْمَى (al-hatma), yaitu hewan yang telah ompong giginya.

2.      الْـجَدَّاءُ (al-jaddaa`), yaitu hewan yang telah kering kantong susunya, tidak bisa lagi mengeluarkan air susu.

3.      الْعَضْبَاءُ (al-‘adhbaa`), yaitu hewan yang hilang mayoritas telinga atau tanduknya, baik memanjang atau melebar.

 

Adapun hadits Ali bin Abi Thalib رَضِيَ اللهُ عَنْهُ,

 

نَهَى النَّبِيُّ  أَنْ يُضَحَّى بِأَعْضَبِ الْقَرْنِ وَالْأُذُنِ

 

“Nabi melarang berkurban dengan hewan yang hilang mayoritas tanduk dan telinganya.”

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud No.2805, at-Tirmidzi No.1509, Ibnu Majah No.3145, dan yang lainnya. Dinilai dha’if oleh Syaikh Muqbil dalam Tahqiq al-Mustadrak (4/350) karena dalam sanadnya ada Jurai bin Kulaib as-Sadusi. Ibnul Madini berkata, “Dia majhul.” Abu Hatim berkata, “(Seorang) syaikh, haditsnya tidak bisa dijadikan hujah.”

 

4.       الْبَتْرَاءُ (al-batraa`), yaitu hewan yang tidak berekor, baik karena asal penciptaannya memang seperti atau karena dipotong.

5.       الْـجَمَّاءُ (al-jamaaa`), yaitu hewan yang memang asalnya tidak bertanduk.

6.       الْـخَصِيُّ (al-khashiy), yaitu hewan yang dikebiri.

7.       الْـمُقَابَلَةُ (al-muqabalah), yaitu hewan yang terputus ujung telinganya.

8.       الْـمُدَابَرَةُ (al-mudabarah), yaitu hewan yang terputus bagian belakang telinganya.

9.      الشَرْقَاءُ (asy-syarqaa`), yaitu hewan yang pecah telinganya.

10.  الْـخَرْقَاءُ (al-kharqaa`), yaitu hewan yang telinganya berlubang.

 

Adapun hadits Ali bin Abi Thalib رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  yang berisikan larangan berkurban dengan al-muqabalah, al-mudabarah, asy-syarqaa`, dan al-kharqaa`, dan diriwayatkan oleh at-Tirmidzi No.1503, Abu Dawud No.2804, Ibnu Majah No.3142, adalah hadits yang dinilai dha’if oleh Syaikh Muqbil dalam Tahqiq al-Mustadrak (4/350), karena dalam sanadnya ada Syuraih bin Nu’man. Abu Hatim berkata, “Mirip orang majhul, haditsnya tidak bisa dijadikan hujah.” Al-Bukhari berkata tentang hadits ini, “Tidak sahih secara marfu’.”

 

Jumlah Pekurban Untuk Tiap Udh-hiyah

 

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa seekor kambing cukup untuk satu orang. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/168-169).

 

Seekor kambing juga mencukupi untuk satu orang dan keluarganya walaupun mereka banyak jumlahnya. Ini menurut pendapat yang rajih (kuat).

 

Dalilnya adalah hadits Abu Ayyub al-Anshari رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, dia berkata,

 

كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ

 

“Dahulu pada zaman Nabi , seseorang menyembelih kurban seekor kambing untuknya dan keluarganya.” [HR. at-Tirmidzi No.1510, Ibnu Majah No.3147. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan sahih.”]

 

Imam asy-Syinqithi رَحِمَهُ اللهُ  dalam tafsirnya Adhwaul Bayan (3/484) menegaskan, “Para ulama bersepakat, tidak diperbolehkan adanya dua orang yang berserikat pada seekor kambing….”

 

Adapun untuk onta atau sapi, jumhur ulama memperbolehkan 7 orang berserikat pada tiap ekornya. Dalilnya adalah hadits Jabir رَضِيَ اللهُ عَنْهُ , dia berkata,

 

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

 

“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah pada waktu Hudaibiyah, seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” [HR. Muslim No.1318, Abu Dawud No.2809, dan at-Tirmidzi No.1507]

 

Catatan:

Adapun hadits dengan redaksi,

 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

 

 

Dari Jabir رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, ia berkata, “Aku ikut bersama Rasulullah pada hari ‘Idul Adha di Mushalla (lapangan tempat shalat). Setelah selesai khutbah, Rasulullah turun dari mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor kambing kibasy, lalu beliau menyembelihnya dengan kedua tangannya seraya berkata, ‘Dengan menyebut nama Allah, Allahu akbar, ini adalah kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang belum berkurban’.” [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (II/86), At Tirmidzi dalam Jami’-nya No.1.141, dan Ahmad No.14.308 dan No.14.364. Para perawinya tsiqat, hanya saja, ada masalah dengan perawi yang bernama Al Muththalib. Dikatakan, bahwa ia banyak meriwayatkan hadits mursal. Masalah ini telah diisyaratkan oleh At Tirmidzi dengan pernyataannya: “Hadits ini gharib (hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat) dari jalur ini.”]

 

Hadits ini menunjukkan bahwa berkurban untuk umat atau selain keluarga hanya dikhususkan pada Rasulullah semata. Sehingga tidak dibenarkan berpatungan atau berserikat sebagaimana patungan (urunan) yang dilakukan sekolah kepada muridnya, semisal seekor kambing dengan pequrban murid satu kelas, atau patungan seekor sapi oleh banyak murid di luar ketentuan syar’i yakni 7 orang. Bila hal ini dilakukan, maka qurbannya tidak sah dan hanya dianggap sebagai sedekah.

 

وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

 

Referensi:

1.   http://asysyariah.com

2.   Ustadz Berik Said pada laman https://dakwahmanhajsalaf.com/2019/07/cacat-pada-hewan-qurban-yang-membuat-tidak-sah.html

3.   Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray pada https://youtu.be/GV6wnbdZ8c8

4.   Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari pada laman https://almanhaj.or.id/2575-memahami-hadits-ini-adalah-kurbanku-dan-kurban-siapa-saja-dari-umatku-yang-belum-berkurban.html

 


Komentar